CONTOH PENELITIAN
HADIS
A. PENGANTAR
Disebabkan bahwa syarat sebuah hadis
dinyatakan berkualitas sahih manakala memenuhi 4(empat) syarat, yaitu : 1.
Diriwayatkan oleh para periwayat yang Adl dan Dhabit (keduanya disebut Tsiqah),
2. Sanadnya bersambung, 3. Bebas dari unsur Syadz dan 4. Bebas dari unsur Illat,
maka langkah meneliti hadits harus ditempuh melalui 4 (empat) langkah.
Langkah pertama menguji ketsiqahan
para periwayat. Langkah ini dilakukan untuk memenuhi terwujud – tidaknya syarat
adl dan dhabit pada periwayat. Cara yang dilakukan adalah dengan menelusuri
biografi masing-masing periwayat dalam kitab Tarajum (biografi) untuk
mendapatkan data-data periwayat tersebut yang meliputi antara lain : nama lengkapnya,
tempat dan tahun dilahirkan dan wafatnya, guru-gurunya, murid-muridnya dan yang
paling penting kualitas jarh dan ta’dilnya.
Langkah kedua adalah menguji
persambungan sanadnya. Langkah ini ditempuh untuk menilai terwujud-tidaknya
syarat persambungan sanad para periwayat. Cara ini dilakukan dengan
menganalisis redaksi tahammul wa al-ada’ yang digunakan oleh para
periwayat.
Langkah ketiga adalah menguji
apakah matan hadits terbebas dari unsur syudzudz. Langkah ini dilakukan untuk
mengetahui terpenuhi-tidaknya syarat bebas dari syadz atau syudzudz. Cara yang
dilakukan adalah mengkofirmasikan teks matan dan atau maknanya dengan dalil
Naqli, yaitu dengan mendatangkan ayat dan semua matan yang sama atau satu tema dari jalur sanad lainnya, untuk dianalisis dan
dibandingkan guna menentukan mana matan yang mahfudz dan mana matan yang syadz.
Langkah keempat adalah menguji
apakah matan hadits terbebas dari unsur illat atau tidak. Langkah ini dilakukan
untuk mengetahui apakah syarat terbebas dari illat itu terpenuhi atau tidak.
Cara yang dilakukan adalah mengkofirmasikan teks matan dan atau maknanya dengan
dalil Aqli, ilmu pengetahuan, panca indera dan fakta sejarah. Apabila teks matan
dan atau maknanya kontradiksi dengan semua itu, maka matan hadits dapat
dinyatakan dhaif.
Untuk menelusuri biografi
masing-masing periwayat yang tercantum dalam sanad dari hadits yang diteliti,
yaitu hadits riwayat Al-Nasa’I, penelitian ini menggunakan rujukan kitab-kitab
biografi sebagai berikut :
1. Tahdzib al-Tahdzib
karya Ibn Hajar.
2. Taqrib al-Tahdzib
karya Ibn Hajar juga.
3. Al-Kasyif karya
Al-Dzahabi.
4. Khulashah Tadzhib
Tahdzib al-Kamal karya Al-Khazraji.
Keempat kitab biografi
ini disusun berdasarkan sistematika alfabetis.
B. TEKS HADITS
LENGKAP
أَخْبَرَنَا
إِسْمَاعِيلُ بْنُ مَسْعُودٍ قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ
قَالَ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ الْمُعَلِّمُ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ
أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
لَمَّا فَتَحَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَكَّةَ قَامَ خَطِيبًا
فَقَالَ فِى خُطْبَتِهِ « لاَ يَجُوزُ لاِمْرَأَةٍ عَطِيَّةٌ إِلاَّ بِإِذْنِ
زَوْجِهَا »( رواه النسائي)
“Ismail
Ibn Mas’ud mengkhabarkan kepada saya, berkata dia,Khalid Ibn al-Harits
bercerita kepada saya,berkata dia, Husain al-Muallim bercerita kepada saya dari
Amr Ibn Syuaib bahwa bapaknyabercerita kepadanya dariAbd Allah Ibn Amr berkata:
Ketika Rasul Allah saw. menaklukkan kota Mekkah Beliau berdiri
berkhotbah yang didalam khotbahnya berkata : Perempuan tidak diperbolehkan
memberikan apapun (dari harta suaminya) kecuali dengan seizin suaminya. HR.
al-Nasa’i.”
C. STRUKTUR SANAD
HADITS
- Isma’il Ibn Mas’ud.
- Khalid Ibn al-Harits.
- Husain al-Muallim.
- Amr Ibn Syuaib.
- Syuaib (Bapaknya Amr).
- Abd Allah Ibn Amr Ibn al-Ash.
Bagan sanadnya dapat disusen
sebagai berikut:
Nabi
saw
ا
Abd Allah Ibn Amr Ibn al-Ash
ا
Syuaib
ا
Amr Ibn Syuaib
ا
Husain al-Muallim
ا
Khalid Ibn al-Harits
ا
Isma’il Ibn Mas’ud
ا
Al-Nasa`i
D.
BIOGRAFI MASING-MASING PERIWAYAT :
1. Nama Lengkap
2. Tahun Kelahiran dan Wafatnya
3. Guru-gurunya
4. Murid-muridnya
5. Jarh dan Ta’dilnya.
E. UJI KETSIQAHAN PARA
PERIWAYAT
Penyajian data-data tentang al-Jarh
wa al-Ta’dilnya para periwayat dalam sanad hadits yang diteliti dan
analisisnya dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Isma’il Ibn
Mas’ud.
a. Dalam kitab Taqrib
al-Tahdzib Juz 1 halaman 74, dikatakan : ثقة
b. Dalam kitab
Al-Kasyif Juz 1 halaman 128, dikatakan : ثقة
c. Dalam kitab
Khulashah Tadzhib Tahdzib al-Kamal halaman 36, dikatakan : Abu Hatim mengatakan : صدوق
, dan dalam kitab Al-Hasiyah, Al-Nasa’I mengatakan : ثقة .
Dari sajian data-data diatas, dapat
disimpulkan bahwa Isma’il Ibn Mas’ud adalah periwayat yang tsiqah.
2. Khalid Ibn
al-Harits.
a. Dalam kitab Taqrib
al-Tahdzib Juz 1 halaman 211-212, dikatakan :
ثقة ثبت
b. Dalam kitab
al-Kasyif Juz 1 halaman 266-267, dikatakan : Ahmad mengatakan : اليه المنتهي في التثبت بالبصرة , dan Al-Qatthan mengatakan :
ما رايت خيرا منه
ومن سفيان .
c. Dikatakan dalam
kitab Al-Khulashah halaman 99-100 : Al-Nasa’I mengatakan : ثقة ثبت , dan al-Qatthan mengatakan :
ما رايت خيرا منه ومن سفيان
Dari paparan data-data diatas dapat
disimpulkan bahwa periwayat yang bernama : Khalid Ibn al-Haris adalah periwayat
yang sangat tsiqah.
3. Husain al-Muallim.
a. Dalam kitab Taqrib
al-Tahdzib Juz 1 halaman 175-176 dikatakan : ثقة ربما وهم .
b. Dalam kitab
al-Kasyif dikatakan : الحسين بن ذكوان
المعلم البصري الثقة .
c. Dalam kitab
Khulashah dikatakan, Ibn Ma’in dan Abu
Hatim menilai
Husain al-Muallim :ثقة
.
Data-data diatas menunjukkan bahwa
Husain al-Muallim adalah periwayat yang tsiqah.
4. Amr Ibn Syuaib.
a. Dalam kitab Taqrib al-Tahdzib Juz 2 halaman 72,
dikatakan :صدوق
.
b. Dalam kitab
al-Kasyif Juz 2 halaman 332, dikatakan : al-Qatthan mengatakan : Bila belajar
kepadanya periwayat yang tsiqah, maka dia dapat dijadikan hujjah. Imam Ahmad mengatakan
: Kami menjadikannya hujjah. Al-Bukhari mengatakan : saya melihat Imam Ahmad,
Ali, Ishaq Abu Ubaidah dan seluruh sahabat kami menjadikannya hujjah. Abu dawud
mengatakan : Tidak bisa dijadikan hujjah.
c. Dalam kitab
al-Khulashah halaman 290 dikatakan : al-Qatthan mengatakan : Jika dia berguru
kepada periwayat yang tsiqah, maka dia itu tsiqah dan dapat dijadikan Hujjah.
Riwayat Ibn Ma’in mengatakan : Jika dia meriwayatkan dari selain bapaknya, maka
dia tsiqah. Abu Dawud mengatakan : Riwayat Amr Ibn Syuaib dari bapaknya dari
kakeknya tidak dapat dijadikan Hujjah. Abu Ishaq mengatakan : Dia itu seperti
Ayyub dari Nafi’ dari Ibn Umar, dan al-Nasa’I menilainya tsiqah.
Al-Hafidh Abu Bakar Ibn Zayyad mengatakan : Mendengarnya Amr dari bapaknya
adalah sah (benar). Mendengarnya Syuaib dari kakeknya Abd Allah Ibn Amr juga sah (benar). Imam Bukhari
mengatakan : Syuaib pernah mendengarkan dari kakeknya Abd Allah Ibn Amr.
Data-data diatas menunjukkan bahwa
Amr Ibn Syuaib adalah periwayat yang diperselisihkan ketsiqahannya. Ulama yang
tidak mentsiqahkannya tidak sampai pada men-jarh-nya dalam keadilan dan
kedhabitannya, tetapi mereka menilainya negative karena factor eksternal diluar
keadilan dan kedhabitannya, yaitu persoalan periwayatannya dari bapaknya. Apakah
benar dia pernah mendengar dan belajar
kepada
bapaknya?. Kalau memang ya, apakah semua hadits yang ia riwayatkan itu memang
didengar semuanya dari bapaknya?. Itulah
sebabnya
mengapa kebanyakan Ulama al-Jarh wa al-Ta’dil mengatakan: Jika dia meriwayatkan
dari selain bapaknya, maka dia Tsiqah.
Kesimpulannya, secara
pribadi Amr Ibn Syuaib adalah periwayat yang Tsiqah walaupun tidak penuh
atau dengan ungkapan redaksi lain shaduq. Jika dia mengatakan mendengar
dari bapaknya, maka haditsnya bisa dijadikan hujjah.
5. Syuaib Ibn
Muhammad
(Bapaknya Amr).
a. Dalam kitab Taqrib al-Tahdzib Juz 1 halaman 353
dikatakan :صدوق .
b. Dalam kitab al-Kasyif Juz 2 halaman 13-14
dikatakan : صدوق
.
c. Dalam kitab al-Khulashah halaman 168 dikatakan:
Ibn Hibban menilainya :ثقة .
Paparan data diatas menunjukkan bahwa Syuaib Ibn Muhammad adalah
periwayat yang berkualitas Shaduq dan hadits yang diriwayatkannya
berkualitas Hasan serta dapat diterima sebagai hujjah.
6. Abd Allah Ibn Amr Ibn al-Ash.
Abd Allah Ibn Amr Ibn al-Ash adalah seorang Sahabat Nabi saw. yang tidak
perlu diragukan ketsiqahannya.
F. UJI PERSAMBUNGAN SANAD
Penyajian
dan analisis data persambungan sanad dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Imam al-Nasai mengatakan : احبرنا اسماعيل
بن مسعود . Ungkapan atau
redaksi ini digunakan oleh Muhadditsin untuk periwayatan hadits dalam bentuk Qira’ah
yaitu pembacaan hadits oleh murid dihadapan gurunya. Dengan demikian berarti
ada pertemuan antara al-Nasai dengan gurunya Isma’il Ibn Mas’ud, dan sanadnya
dengan demikian : Muttasil.
2. Isma’il Ibn Mas’ud mengatakan : حدثنا خالد بن
الحارث . Redaksi ini oleh Muhadditsin digunakan dalam
periwayatan hadits dalam bentuk Sima’ah,yaitu pembacaan hadits
oleh guru kepada murid. Dengan demikian berarti ada pertemuan antara Isma’il
Ibn Mas’ud dengan gurunya Khalid Ibn al-Harits, dan ini berarti bahwa sanadnya
: Muttasil.
3. Khalid Ibn al-Harits mengatakan : حدثنا حسين المعلم
.Redaksi periwayatan ini sama dengan diatas menunjukkan bahwa
sanadnya : Muttasil.
4. Adapun Husain
al-Muallim mengatakan : عن عمرو بن شعيب . Periwayatan Husain ini memang menggunakan
redaksi ‘An (عن), tetapi ‘An’anahnya tidak ada indikasi menunjukkan adanya
keterputusan sanad, bahkan dapat dinyatakan bahwa sanadnya adalah : Muttasil,
karena : (1) Husain al-Muallim adalah periwayat yang Tsiqah, (2) Dia bukan periwayat Mudallis, dan (3) Dimungkinkan ada atau
pernah bertemu antara Husain dengan gurunya Amr Ibn Syuaib. Dalam biografinya
dia mengatakan pernah berguru kepada Amr
Ibn Syuaib, dan dalam biografi Amr Ibn Syuaib, Husain
disebutkan sebagai muridnya dalam pembelajaran hadits.
5. Amr Ibn Syuaib mengemukakan bahwa bapaknya
menceritakan kepadanya ( ان اباه حدثه ). Redaksi Haddatsahu sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa sanadnya : Muttasil.
6. Adapun Syuaib Ibn Muhammad Ibn Abd Allah
mengatakan :
عن عبد الله بن عمرو . ‘An’anahnya Syuaib Ibn
Muhammad ini bermasalah, karena Syuaib ternyata periwayat yang mudallis.
Namun
al-Hafidh Ibn Hajar memasukkannya dalam kategori mudallis tabaqah kedua, yaitu
tabaqah dimana para periwayat yang ada didalamnya ditoleransi ketadlisannya dan
dimasukkan dalam kelompok periwayat yang dinilai sahih karena
ketokohannya dan sangat kecilnya tadlis yang dilakukan dibandingkan dengan
jumlah yang diriwayatkannya.
Atas dasar itu semua, peneliti
mentolerir ketadlisan yang sangat minim dari Syuaib Ibn Muhammad dan memutuskan
bahwa ‘An’anahnya Syuaib Ibn Muhammad adalah Muttasil In Syaa Allah.
G. UJI
SYADZ - TIDAKNYA MATAN HADITS
Sejauh yang peneliti tahu, hadits
tentang : larangan bagi istri untuk memberikan harta suami tanpa izin, tidak
mengandung syadz, dalam arti : tidak bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur;an
atau bertentangan dengan hadits-hadits lain yang satu tema yang lebih tinggi
derajatnya. Dengan demikian dapat peneliti nyatakan bahwa hadits riwayat
Al-Nasai ini terbebas dari unsur syadz atau syudzudz.
H. UJI
BERILLAT – TIDAKNYA MATAN HADITS
Sejauh
yang peneliti amati dan renungkan, hadits tentang : larangan bagi istri
memberikan harta suami tanpa izin suami ini, teksnya maupun makna yang
dikandungnya, tidak ada yang bertentangan dengan akal, ilmu pengetahuan, indra
maupun fakta sejarah. Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa hadits yang
diteliti terbebas dari unsur illat.
I.
Paparan Jalur lain : sanad yang lain satu
matan
حَدَّثَنَا
أَبُو كَامِلٍ حَدَّثَنَا خَالِدٌ يَعْنِي ابْنَ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ أَنَّ أَبَاهُ أَخبَرَهُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرٍو
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ لَا يَجُوزُ لِامْرَأَةٍ عَطِيَّةٌ إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِها (رواه ابو
داود)
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَوْمَ
الْفَتْحِ لَا يَجُوزُ لِامْرَأَةٍ عَطِيَّةٌ
إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِهَا (رواه احمد)
Bagan Sanad
Seluruhnya :
Kedua hadis diatas
diriwayatkan oleh periwayat sahabat yang sama dengan hadis yang diteliti yaitu
: Abd Allah Bin Umar, dengan demikian kedua hadis tersebut berstatus hadis
Tabi’(Qashi>r)
J.
KESIMPULAN
1. Semua
periwayat yang berjumlah 6 (enam) periwayat yang ada dalam sanad hadits,
seluruhnya berkualitas : Tsiqah penuh, kecuali Amr Ibn Syuaib dan
Syuaib Ibn Muhammad, keduanya berkualitas Shaduq atau Hasan.
2. Seluruh
sanadnya bersambung, walaupun ada sedikit kemungkinan terputusnya
sanadnya Syuaib Ibn Muhammad dari kakeknya Abd Allah Ibn Amr.
3. Sejauh
yang peneliti tahu, matan hadits terbebas dari unsur syadz.
4. Sejauh
yang peneliti amati, matan hadits juga terbebas dari unsur illat.
Atas dasar
uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa hadits yang diteliti berkualitas Hasan
Lidzatihi, bisa diterima untuk dijadikan Hujjah, karena otentik berasal
dari Nabi saw.
5. Analisis
kuantitatif menunjukkan bahwa hadis yang diteliti memiliki 2 (dua) hadis Tabi’,
tetapi keduanya tidak bisa meningkatkan derajat hadis yang diteliti .
Atas dasar itu maka disimpulkan bahwa hadis tersebut termasuk kategori : Hadis
Ahad Ghari}b. Wa Allah a’lam bi al-shawab.
Posting Komentar