KONSEP TES BAHASA ( HAKEKAT, TUJUAN, DAN PENDEKATAN TES BAHASA )

Konsep Tes Bahasa (Hakekat, Tujuan dan Pendekatan Tes Bahasa)‎ Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah TAQWIM TADRIS AL LUGHOH AL-ARABIYAH 2‎ Oleh ‎Dewi Shobichatur Rohmah ‎ ( DO2212005 )‎ ‎ Dosen Pengampu:‎ Dr. H. M. Baihaqi, M.Ag PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA ‎2013‎ BAB I PENDAHULUAN A.‎ Latar Belakang Bahasa merupakan suatu alat untuk berinteraksi dan juga ‎menyampaikan gagasan terhadap orang lain. Karena fungsinya yang beraneka ‎ragam maka diperlukan adanya suatu pembelajaran terhadap bahasa sehingga ‎dapat meminimalisir kesalahan dalam penggunaan bahasa.‎ Selain itu,juga diperlukan evaluasi untuk permasalahan ini yang mana ‎sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Disadari atau tidak, orang ‎sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, orang lain maupun ‎lingkungannya. Demikian pula halnya dalam dunia pendidikan, untuk ‎mencapai tujuan pendidikan khususnya tujuan pembelajaran tersebut maka ‎perlu adanya evaluasi.‎ Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas dapat dilihat dari sejauh ‎mana penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh seluruh siswa di kelas ‎itu. Pada dasarnya hasil belajar siswa dapat dinyatakan dalam tiga aspek, yang ‎biasa disebut dengan domain atau ranah, yaitu kognitif, afektif, dan ‎psikomotorik.‎ Dalam proses pengajaran, tes merupakan alat yang digunakan untuk ‎mengetahui tercapai atau tidaknya suatu standar kompetensi yang telah ‎dipelajari oleh siswa di setiap pembelajaran. Hal tersebut senada dengan ‎pendapat ahli yang mengatakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur yang ‎digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan ‎cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.‎ Pengajaran bahasa dan tes bahasa merupakan dua kegiatan yang ‎berhubungan secara erat. Yang pertama merupakan bagian dari yang kedua. ‎Tes bahasa dirancang dan dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai ‎hal ihwal yang berkaitan dengan keefektifan pengajaran bahasa yang ‎dilakukan. Apabila pengajaran bahasa salah satunya bertujuan untuk ‎meningkatkan kemampuan membaca, maka kegiatan pengajaran bahasa ‎dititikberatkan pada tugas-tugas untuk meningkatkan kemampuan membaca ‎dan begitu juga seterusnya disesuaikan dengan kemampuan yang akan ‎ditingkatkan. Informasi yang didapatkan dari hasil tes dapat digunakan acuan ‎sejauh mana peserta didik dapat menangkap materi yang disampaikan.‎ Pengajaran bahasa dan tes bahasa tidak dapat menolak berbagai macam ‎pendekatan di dalam linguistik maupun ilmu-ilmu yang terkait dengan ‎linguistik, seperti sosiolinguistik dan psikolinguistik. Seluruh penyelenggaraan ‎pengajaran bahasa, termasuk di dalamnya tes bahasa, dirancang atas dasar ‎pendekatan yang ada dalam linguistik. Cara suatu bahasa dipahami dan ‎disikapi menurut suatu pendekatan tertentu dalam linguistik, sosiolinguistik, ‎ataupun psikolinguistik, berpengaruh pula dalam penentuan tujuan pengajaran, ‎strategi pengajaran, pemilihan bahan pengajaran, pemilihan tujuan dan isi tes ‎bahasa, dan penentuan jenis dan bentuk tes bahasa. ‎ B.‎ ‎ Rumusan Masalah ‎1.‎ Apa hakekat tes bahasa?‎ ‎2.‎ Apa tujuan dari tes bahasa?‎ ‎3.‎ Apa saja pendekatan yang di gunakan dalam tes bahasa ?‎ C.‎ ‎ Tujuan Penulisan Makalah Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:‎ ‎1. Untuk mengetahui hakikat tes bahasa ‎2. Untuk mengetahui tujuan adanya tes bahasa ‎3. Untuk mengetahui pendekatan yang digunakan dalam tes ‎bahasa BAB II PEMBAHASAN A.‎ HAKEKAT TES BAHASA ‎1.‎ Pengertian Tes Bahasa Istilah “Tes” berasal dari bahasa Prancis, yaitu “Testum”, berarti piring ‎yang digunakan untuk memilih logam mulia dari benda-benda lain, seperti ‎batu, pasir, tanah dan segalanya.‎ ‎ Tes adalah suatu alat atau prosedur yang ‎sistematis untuk mengukur suatu sampel prilaku.‎ Menurut Amir Daien ‎Indrakusuma, tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif ‎untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan ‎tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.‎ ‎ ‎Selanjutnya, Menurut Webster’s Collegiate, tes adalah serentetan pertanyaan ‎atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, ‎pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau ‎kelompok.‎ ‎ Pengertian menurut Webster’s Collegiate dipersempit oleh ‎Anderson dengan menyederhanakan devinisi tes menjadi tes adalah penilaian ‎yamg komprehensif terhadap seorang individuatau keseluruhan usaha evaluasi ‎program.‎ ‎ Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunkan dalam rangka ‎melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai ‎pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dijawab peserta ‎didik. ‎ Definisi di atas bila dikaitkan dengan pelaksanaan proses belajar ‎mengajar di kelas, maka tes adalah suatu alat yang digunakan oleh pengajar ‎untuk memperoleh informasi tentang keberhasilan peserta didik dalam ‎memahami suatu materi yang telah diberikan oleh pengajar.‎ ‎ Adapun tes bahasa menurut Djiwandono adalah suatu alat atau ‎prosedur yang digunakan dalam melakukan penilaian dan evaluasi pada ‎umumnya terhadap kemampuan bahasa dengan melakukan pengukuran ‎terhadap kemampuan bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan ‎menulis.‎ ‎ Kemampuan bahasa mengacu pada kemampuan dalam ‎menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi yang nyata sehari-hari, ‎kemampuan ini terlepas dari ada atau tidaknya pengetahuan tentang teori ‎bahasa baik itu berupa penyusunan kalimat, perangkaian kata, klasifikasi ‎kata dan juga seluk-beluk bahasa itu sendiri.‎ ‎2.‎ Kompetensi yang Harus dicapai dalam Tes Bahasa Tes bahasa erat kaitannya dengan kemampuan berbahasa, bukan ‎pengetahuan tentang bahasa. Kemampuan berbahasa dibagi menjadi dua ‎bagian yaitu kompetensi berbahasa dan ketrampilan berbahasa.‎ ‎ Kompetensi ‎bahasa lebih condong pada kemampuan bahasa yang bersifat abstrak dalam hal ‎ini berupa potensi pemakai bahasa. Kompetensi ini memungkinkan seseorang ‎memahami bahasa yang digunakan orang lain akan tetapi kompetensi ini tidak ‎dapat dilihat, didengar ataupun dibaca karena sifatnya yang abstrak, maka dari ‎itu tes bahasa sangat penting untuk pengukuran kompetensi berbahasa.‎ Berlawanan dengan kompetensi bahasa, ketrampilan bahasa lebih ‎bersifat konkret dan mengacu pada penggunaan bahasa secara nyata baik ‎dalam bentuk lisan yang dapat didengar ataupun tulisan yang dapat dibaca.‎ Secara konvensional dan telah dipelajari, kemampuan bahasa mencakup ‎empat jenis kemampuan yaitu:‎ a)‎ Kemampuan menyimak, untuk memahami bahasa yang ‎digunakan secara lisan b)‎ Kemampuan membaca, untuk memahami bahasa yang ‎digunakan secara tertulis c)‎ Kemampuan berbicara, untuk mengekspresikan diri secara lisan d)‎ Kemampuan menulis, untuk mengekspresikan diri melalui ‎tulisan Dalam ilmu bahasa struktural bahasa dianggap terdiri dari komponen-‎komponen yang tidak dapat dipisahkan ataupun dibedakan antara satu dengan ‎yang lain, komponen-komponen tersebut adalah bunyi bahasa, kosa kata, tata ‎bahasa. Penguasaan ketiga komponen tersebut juga dianggap sebagai bagian ‎dari kemampuan berbahasa.‎ B.‎ TUJUAN TES BAHASA Sebagai suatu proses yang digunakan untuk mengetahui hasil dari ‎sebuah kegiatan belajar-mengajar, perlu adanya tujuan-tujuan yang menjadi ‎fundamental dari sebuah kegiatan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi ‎penyimpangan-penyimpangan yang fatal.‎ ‎ Maka dalam melaksanakan tes ‎bahasa juga terdapat tujuan-tujuan tertentu.‎ Secara lebih rinci tujuan tes bahasa dapat dikemukakan antara lain ‎sebagai berikut:‎ ‎1. Untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai ‎atau belum.‎ ‎2. Untuk dapat mengambil keputusan tentang materi dan kompetensi apa ‎yang harus diajarkan atau dipelajari oleh siswa.‎ ‎3. Untuk mengetahui hasil belajar siswa.‎ ‎4. Untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran, ‎sehingga dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikannya.‎ ‎5. Untuk mengetahui dan memutuskan apakah siswa yang dapat ‎melanjutkan keprogram berikutnya, ataukah harus memperoleh tindakan ‎remidial.‎ ‎6. Untuk mendiagnosa kesulitan siswa.‎ Tes bahasa dalam pengajaran bahasa memiliki tujuan yang sama dengan ‎tes bidang yang lain dalam penyelenggaraan pengajarannya. Tes bahasa adalah ‎bagian dari komponen penilaian hasil belajar bahasa, dan merupakan hasil ‎belajar yang dicapai oleh siswa.‎ Menurut Soenardi Djiwandono menjelaskan bahwa tujuan-tujuan dari ‎penyelenggaraan tes bahasa yang dapat memberikan informasi hasil belajar ‎siswa dapat diperoleh melalui tes bahasa, pertama yakni yang berkaitan ‎dengan keberhasilan belajarnya. Dari hasil tes bahasa seorang guru dapat ‎mengukur keberhasilan belajar siswa. Selain itu, juga dapat diketahui apakah ‎siswa bisa mencapai tingkat penguasaan bahasa dan materi yang telah ‎diajarkan guru sampai diselenggarakannya tes tersebut. Dan dari hasil tes ‎tersebut dapat pula diperoleh informasi tentang kesulitan yang dialami siswa ‎dalam belajar bahasa. Hal itu dapat dilihat dari pekerjaan siswa yang salah atau ‎tidak sesuai yang diharapkan.‎ Tingkat penguasaan bahasa yang rendah, yang terlihat pada hasil tes ‎bahasa, dapat menunjukkan adanya kekurangan pada penyelenggaraan ‎pengajarannya. Kekurangan itu mungkin terdapat pada satu atau beberapa ‎bagian penyelenggaraannya. Seperti: bahan pengajaran yang kurang sesuai, ‎guru yang kurang pandai mengajar, latihan yang kurang mencukupi dan waktu ‎pengajaran yang kurang, siswa yang kurang rajin dalam belajar. Hal tersebut ‎dapat mengakibatkan rendahnya tingkat penguasaan bahasa sebagai hasil ‎pengajaran, seperti yang tercermin pada rendahnya hasil tes bahasa.‎ Dari berbagai tujuan yang telah dijabarkan, maka dapat disimpulkan ‎bahwa tujuan tes bahasa itulah yang digunakan sebagai acuan dalam ‎merencanakan dan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, untuk ‎mengidentifikasi keberhasilan kegiatan belajar mengajar tersebut.‎ C.‎ PENDEKATAN TES BAHASA Secara umum pandangan terhadap bahasa menentukan dan mendasari ‎bagaimana pembelajaran bahasa diselenggarankan dan pembelajaran bahasa ‎yang diselenggarakan menentukan tes bahasanya diselenggarakan. Dengan ‎kata lain, pendekatan terhadap bahasa menentukan pendekatan pembelajaran ‎bahasa, dan pendekatan pembelajaran bahasa menentukan pendekatan dalam ‎penyelenggaraan tesnya. Dalam kajian bahasa dikenal ada berbagai cara ‎pandang dan unsur yang dianggap penting oleh ahli yang berbeda atau tahap ‎perkembangan ilmu pengetahuan yang berbeda. Perbedaan cara pandang ‎tersebut dapat dikenali dan ditelusuri keberadaannya pada berbagai cabang ‎kajian bahasa, termasuk tes bahasa, dalam bentuk pendekatan tradisional, ‎pendekatan diskert, pendekatan integratif, pendekatan pragmatik, dan ‎pendekatan komunikatif.‎ ‎1. Pendekatan Tradisional Pendekatan tradisional adalah istilah yang dipergunakan ‎untuk mengacu pada penyelenggaraan (baca: perencanaan dan ‎pelaksanaan) tes bahasa yang cenderung mengadopsi prinsip bahwa ‎tes bahasa dititikberatkan pada tes tatabahasa dan terjemahan. Latar ‎belakangnya adalah adanya pengaruh mainstream pengajaran bahasa ‎yang dikenal dengan sebutan metode tatabahasa-terjemahan ‎‎(grammar translation method). ‎ Metode ini, seperti yang dikemukakan oleh Richards dan ‎Rogers, memiliki prinsip-prinsip pengajaran antara lain:‎ a)‎ mempelajari bahasa asing adalah mempelajari bahasa dengan ‎tujuan agar dapat membaca kesusasteraannya,‎ b)‎ membaca dan menulis adalah fokus utama pengajaran,‎ c)‎ ketepatan dalam penerjemahan sangat ditekankan,‎ d)‎ tatabahasa harus diajarkan secara deduktif, yakni beranjak dari ‎kaidah-kaidah lalu menuju pada contoh-contoh ilustrasinya.‎ Pendekatan tradisional dalam tes bahasa dikaitkan dengan ‎bentuk pembelajaran bahasa yang tradisional (konvensional) yang ‎banyak digunakan pada kurun waktu ketika belum cukup banyak ‎pembelajaran yang pengembangan dan penyelenggaraannya ‎didasarkan atas kajianyang memadai terhadap seluk beluk bahasa. ‎Dalam pendekatan tradisional pembelajaran bahasa diselenggarakan ‎sekedar untuk kebutuhan terbatas tertentu seperti; berkomunikasi ‎secara lisan dan terbatas dan dititik beratkan pada ketatabahasaan. ‎Banyak diantaranya hanya menekankan pada kemampuan ‎menerjemahkan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lainnya.‎ Penyelenggaraan tes dalam penyelenggaraan pembelajaran ‎secara tradisional itu dilakukan juga secara tradisional tanpa ‎menggunakan suatu teori bahasa tertentu sebagai dasar. Dalam ‎penyelenggaran tes bahasa dengan pendekatan tradisional ini tidak ‎terdapat rambu-rambu yang jelas atau tentang jenis kemampuan ‎bahasa yang dijadikan sasaran, cara bagaiman tes itu diselenggarakan, ‎dan bahkan cara bagaimana pekerjaan siswa itu dinilai. Kadangkala ‎tes bahasa itu terdiri dari tugas untuk sekedar menerjemahkan suatu ‎teks yang ditulis dalam bahasa yang sedang dipelajari ke dalam ‎bahasa pertama. ‎ Dalam pendekatan ini penyelenggaraan tes bahasa banyak ‎diwarnai dengan berbagai bentuk subjektifitas dalam hal pemilihan ‎kemampuan bahasa yang dijadikan sasaran, pemilihan dan penetapan ‎bahan dan isi tes, serta cara penilaian peserta tes. Oleh sebab itu ‎pendekatan tradisional sering disebut sebagai pendekatan terjemahan.‎ ‎2. Pendekatan Diskret Dalam pandangan ilmu bahasa struktural, bahasa dipahami ‎sebagai sesuatu yang memiliki struktur yang demikian rapi seperti ‎suatu bangunan buatan manusia. Dalam pandangan bahasa struktural ‎ini, wacana sebagai wujud penggunaan bahasa yang luas cakupannya, ‎dipahami sebagai suatu yang terdiri dan tersusun dari wacana yang ‎lebih kecil dalam bentuk paragraf dan kalimat. Kalimat dipahami ‎sebagai terdiri dari frasa. Frasa terdiri dari kata-kata, kata-kata terdiri ‎dari suku kata, suku kata terdiri dari morfem, morfem terdiri dari ‎alomorf, alomorf terdiri dari fonem, dan demikian seterusnya.‎ ‎ Dapat ‎disimpulkan, menurut pandangan struktural setiap bagian dari bahasa ‎dapat dipisah-pisahkan menjadi bagian yang lebih kecil. Demikian ‎juga dengan berbagai aspek kebahasaan (tata bahasa).‎ Sebagai bagian dari penerapan kajian ilmu bahasa struktural, ‎bahasa dalam tes bahasa diskret dipahami sebagai sesuatu yang ‎berstruktur dan terdiri dari bagian-bagian yang bersama-sama ‎membentuk suatu entitas yang disebut bahasa. Bagian-bagian bahasa ‎sampai yang terkecil itu dapat diidentifikasi secara terpisah dan ‎tersendiri atau diskret, baik dalam pelaksanaan pembelajaran maupun ‎penyelenggaraan tes.‎ ‎ Dalam tes pendekatan diskret, satu butir tes ‎dimaksudkan untuk mengukur hanya satu unsur komponen bahasa. ‎Tes bahasa yang diskret terdiri dari butir-butir tes yang secara terpisah ‎di luar konteks, menugaskan peserta tes untuk membedakan satu ‎bunyi bahasa dari bunyi bahasa yang lain, melafalkan satu bunyi ‎bahasa, menyebutkan lawan kata dari satu kata tertentu, bentuk jamak ‎daru suatu kata, dan lain-lain.‎ Pendekatan diskret ini diterapkan atas dasar konvensional ‎terhadap keempat aspek kebahasaan (menyimak, membaca, menulis, ‎berbicara) dan empat komponen bahasa (bunyi bahasa, struktur ‎bahasa, kosakata, dan kelancaran bahasa).‎ ‎3. Pendekatan Integratif Pendekatan integratif lebih sesuai dengan kebutuhan nyata di ‎mana kemampuan dan unsur bahasa pada umumnya tidak ‎diperlakukan secara terpisah-pisah. Dalam penggunaan bahasa ‎senyatanya kemampuan dan unsur bahasa digunakan dalam wacana ‎yang merupakan gabungan dari beberapa jenis kemampuan atau unsur ‎bahasa.‎ ‎ Bila dalam pendekatan diskret bahasa seolah-olah ‎dipisahkan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sampai pada ‎bagian terkecil, pendekatan integratif dapat dipandang sebagai ‎penyatuan bagian-bagian itu kembali menjadi lebih utuh.‎ ‎ Seberapa ‎lebih utuh penggabungan itu tergantung pada berapa banyak bagian ‎kemampuan dan komponen bahasa yang perlu saling digabungkan ‎untuk menjawab butir-butir tes yang diselenggarakan.‎ Butir tes kosakata seperti “dekat” (dibaca: lawan kata baik ‎adalah…..) pada dasarnya bersifat diskert karena digunakan secara ‎lepas. Jika pernyataan yang sama itu dikemas dalam kalimat “rumah ‎roni dekat pasar, sedangkan rumah saudaranya…...), butir tes yang ‎semula diskert berubah menjadi integratif karena digunakan dalam ‎kaitannya dalam unsur-unsur bahasa lain. Dalam hal itu, kemampuan ‎menemukan jawaban berupa kata “jauh” tidak semata-mata ‎dimungkinkan oleh pengetahuan tentang kosakata dekat dan jauh, ‎tetapi dipermudah oleh pengetahuan tentang kosakata “rumah roni” ‎dan “rumah saudaranya”. Tercermin bahwa kemampuan menjawab ‎butir tes tersebut tidak sekedar mengandalkan penguasaan unsur ‎kosakata, melainkan melibatkan pula penguasaan unsur bahasa lain, ‎yaitu susunan kata-kata yang merupakan bagian dari tata bahasa.‎ Ciri pendekatan integratif yang melibatkan lebih dari satu ‎unsur merupakan penggabungan lebih dari satu jenis kemampuan atau ‎komponen bahasa. Pada penggunaan bahasa senyatanya, termasuk ‎dalam mengerjakan tes, penggabungan unsur bahasa pada pendekatan ‎integratif bahkan dapat bersifat jauh lebih luas dan menyeluruh, ‎menyangkut penggunaan bahasa dalam komunikasi secara ‎keseluruhan.‎ Tes yang termasuk dalam tes integratif yakni :‎ ‎1)‎ Menyusun kalimat ‎2)‎ Menafsirkan wacana singkat yang dibaca ataupun didengar ‎3)‎ Memahami bacaan yang dibaca maupun didengar ‎4)‎ Menyusun sebuah alinea ‎4. Pendekatan Pragmatik Pendekatan pragmatik muncul sebagai reksi keras atas tes ‎diskret yang dipandang memiliki banyah kelemahan.‎ Pendekatan ‎pragmatik mengutamakan peranan penggunaan bahasa senyatanya ‎dalam kajian terhadap bahasa, termasuk tes bahasa. Pendekatan ‎pragmatik mengaitkan bahasa dengan penggunaan senyatanya, yang ‎melibatkan tidak saja unsur-unsur kebahasaan seperti kata-kata, frasa ‎atau kalimat, melainkan unsur-unsur di luarnya juga, yang selalu ‎terkait dalam setiap bentuk penggunaan bahasa.‎ Dalam tes bahasa, pendekatan pragmatik mendasari ‎penggunaan beberapa jenis tes tertentu. Sesuai dengan pandangannya ‎terhadap bahasa, bentuk-bentuk tes bahasa itu dalam pendekatan ‎pragmatik dianggap sebagai tes yang memenuhi ciri-ciri pragmatik.‎ Pendekatan pragmatik lebih menekankan antara unsur ‎kebahasaan dan non-kebahasaan. Dapat dilihat, dalam kehidupan ‎nyata sehari-hari nyaris tidak ada penggunaan bahasa yang utuh dan ‎murni tanpa adanya unsur-unsur lain lain didalamnya sebagai kendala. ‎Unsur- unsur itu bisa berupa unsur kebahasaan atau non kebahasaan. ‎Meskipun demikian bahasa yang dinilai dari pendekatan pragmatik ini ‎lebih menitik beratkan bagaimana suatu pesan dapat tersampaikan ‎kepada orang lain dengan tidak terlalu mengacu pada unsur-unsur ‎kebahasaan saja.‎ ‎5. Pendekatan Komunikatif ‎ Munculnya pendekatan komunikatif dalam pembelajaran ‎bahasa bermula dari adanya perubahan-perubahan dalam tradisi ‎pembelajaran bahasa di Inggris pada tahun 1960-an menggunakan ‎pendekatan situasional.‎ Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang ‎bertujuan untuk membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan ‎pembelajaran bahasa, juga mengembangkan prosedur-prosedur bagi ‎pembelajaran 4 keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, ‎berbicara, dan menulis), mengakui dan menghargai saling ‎ketergantungan bahasa. Ciri utama pendekatan komunikatif adalah ‎adanya 2 kegiatan yang saling berkaitan erat, yakni adanya kegiatan-‎kegiatan komunikatif dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya interaksi. ‎ Pendekatan komunikatif mendasarkan pemandangannya ‎terhadap penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari ‎senyatanya. Sebagai suatu pendekatan dengan orientasi ‎psikolinguistik dan sosiolinguistik, pendekatan komunikatif ‎mementingkan peranan unsur-unsur non-kebahasaan, terutama unsur-‎unsur yang terkait dengan terlaksanannya komunikasi yang baik. ‎Pendekatan komunikatif secara rinci mempersoalkan seluk-beluk ‎komunikasi, yang merupakan tujuan pokok penggunaan bahasa. Seluk ‎beluk itu antaranya meliputi unsur-unsur seperti siapa yang ‎berkomunikasi, bagaimana hubungan antar mereka, apa maksud dan ‎tujuan komunikasi tersebut, keadaan komunikasi terjadi, dan lain ‎sebagainya.‎ Dalam tes bahasa, penerapan pendekatan komunikatif ‎berdampak terhadap beberapa segi penyelenggaraannya, terutama ‎jenis dan isi wacana yang digunakan, kemampuan berbahasa yang ‎dijadikan sasaran, serta bentuk tugas, soal atau pertanyaannya.‎ BAB III PENUTUP A.‎ KESIMPULAN ‎ ‎“Tes” berasal dari bahasa Prancis, yaitu “Testum”, berarti piring yang ‎digunakan untuk memilih logam mulia dari benda-benda lain, seperti batu, ‎pasir, tanah dan segalanya. Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis ‎untuk mengukur suatu sampel prilaku. Dan definisi tes dari pembahasan di ‎atas tadi yang bila dikaitkan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar di ‎kelas adalah suatu alat yang digunakan oleh pengajar untuk memperoleh ‎informasi tentang keberhasilan peserta didik dalam memahami suatu materi ‎yang telah diberikan oleh pengajar.‎ ‎ Kemampuan berbahasa dibagi menjadi dua bagian yaitu kompetensi ‎berbahasa dan keterampilan berbahasa. Secara konvensional dan telah ‎dipelajari, kemampuan bahasa mencakup empat jenis kemampuan yaitu:‎ ‎ a) Kemampuan menyimak,‎ ‎ b) Kemampuan membaca,‎ ‎ c) Kemampuan berbicara dan ‎ d) Kemampuan menulis. ‎ Adapun tujuan tes bhasa dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut: ‎ ‎1. Untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai ‎atau belum.‎ ‎ 2. Untuk dapat mengambil keputusan tentang materi dan kompetensi apa ‎yang harus diajarkan atau dipelajari oleh siswa. ‎ ‎3. Untuk mengetahui hasil belajar siswa. ‎ ‎4. Untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran, ‎sehingga dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikannya.‎ ‎ 5. Untuk mengetahui dan memutuskan apakah siswa yang dapat ‎melanjutkan keprogram berikutnya, ataukah harus memperoleh tindakan ‎remidial dan ‎ 6. Untuk mendiagnosa kesulitan siswa. ‎ Kemudian Pendekatan tes bahasa bahasa yang kita bahas pada makalah ini ‎terbagi mejadi 5 bentuk, yakni: ‎ ‎1. Pendekatan Tradisional, ‎ ‎2. Pendekatan Diskert,‎ ‎3. Pendekatan Integratif, ‎ ‎4. Pendekatan Pragmatik dan‎ ‎5. Pendekatan Komunikatif.‎ ‎ B. SARAN ‎ Berdasarkan pembahasan di atas, menurut kami pendekatan integratif lebih ‎cocok dan sesuai dengan kebutuhan di mana kemampuan dan unsur bahasa ‎pada umumnya tidak diperlakukan secara terpisah-pisah dan dipandang ‎sebagai penyatuan bagian-bagian itu kembali menjadi lebih utuh DAFTAR PUSTAKA Ainin, M. 2006. Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab. Misykat: ‎Malang.‎ ‎ Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. PT. Remaja Rosdakarya: ‎Bandung.‎ Arikumto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan PT. Bumi ‎Aksara:Jakarta.‎ ‎ Djiwandono, M. Soenardi.1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran Penerbit ‎ITB: Bandung.‎ Gronlund, Norman E. 1985. Measurement and Evaluation in Teaching. ‎Fifth Edition. McMillan Publising: New York Hermawan, Acep. 2011.Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. PT. ‎Remaja Rosdakarya: Bandung.‎ Indrakusuma, Amir Daien. 1996. Evaluasi Pendidikan Penilaian Hasil-‎hasil Belajar. PT. Bumi Aksara: Jakarta.‎ Oller, Kohn.1979. Language Tests at School. Longman Grup Ltd: ‎London.‎ Scarvia, Anderson. 1976. Encyclopedi of Educational Evaluation. Jossey ‎Bush Publishers: San Fransisco.‎ Slameto. 2001. Evaluasi Pendidikan. PT. Bumi Aksara: Jakarta.‎ Tarigan, H.G.1989. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Angkasa: ‎Bandung.‎
Share this post :

+ komentar + 1 komentar

6 November 2019 pukul 23.47

unreadable. mohon diedit supaya lebih mudah untuk dibaca. makasi.

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kajian Universal - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger