![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAQMwiAxTU5a1Wh4XBAhVCtLXUMylVz3GuwyF1IbzhAs3-gGZRkO7e6TsS7FzR-k4O9n1WOGoehpuYleZxK9uxVvyJwnmCI8UJQAQbkOpUXNneRuejYo1qq84uoUhwm8h5ETvEroneamQ/s320/logo+uin.jpg)
KONSEP TES BAHASA ( HAKEKAT, TUJUAN, DAN PENDEKATAN TES BAHASA )
Konsep Tes Bahasa (Hakekat, Tujuan dan Pendekatan Tes Bahasa)
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
TAQWIM TADRIS AL LUGHOH AL-ARABIYAH 2
Oleh
Dewi Shobichatur Rohmah ( DO2212005 )
Dosen Pengampu:
Dr. H. M. Baihaqi, M.Ag
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan suatu alat untuk berinteraksi dan juga menyampaikan gagasan terhadap orang lain. Karena fungsinya yang beraneka ragam maka diperlukan adanya suatu pembelajaran terhadap bahasa sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam penggunaan bahasa.
Selain itu,juga diperlukan evaluasi untuk permasalahan ini yang mana sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Demikian pula halnya dalam dunia pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan khususnya tujuan pembelajaran tersebut maka perlu adanya evaluasi.
Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas dapat dilihat dari sejauh mana penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh seluruh siswa di kelas itu. Pada dasarnya hasil belajar siswa dapat dinyatakan dalam tiga aspek, yang biasa disebut dengan domain atau ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dalam proses pengajaran, tes merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya suatu standar kompetensi yang telah dipelajari oleh siswa di setiap pembelajaran. Hal tersebut senada dengan pendapat ahli yang mengatakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Pengajaran bahasa dan tes bahasa merupakan dua kegiatan yang berhubungan secara erat. Yang pertama merupakan bagian dari yang kedua. Tes bahasa dirancang dan dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai hal ihwal yang berkaitan dengan keefektifan pengajaran bahasa yang dilakukan. Apabila pengajaran bahasa salah satunya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca, maka kegiatan pengajaran bahasa dititikberatkan pada tugas-tugas untuk meningkatkan kemampuan membaca dan begitu juga seterusnya disesuaikan dengan kemampuan yang akan ditingkatkan. Informasi yang didapatkan dari hasil tes dapat digunakan acuan sejauh mana peserta didik dapat menangkap materi yang disampaikan.
Pengajaran bahasa dan tes bahasa tidak dapat menolak berbagai macam pendekatan di dalam linguistik maupun ilmu-ilmu yang terkait dengan linguistik, seperti sosiolinguistik dan psikolinguistik. Seluruh penyelenggaraan pengajaran bahasa, termasuk di dalamnya tes bahasa, dirancang atas dasar pendekatan yang ada dalam linguistik. Cara suatu bahasa dipahami dan disikapi menurut suatu pendekatan tertentu dalam linguistik, sosiolinguistik, ataupun psikolinguistik, berpengaruh pula dalam penentuan tujuan pengajaran, strategi pengajaran, pemilihan bahan pengajaran, pemilihan tujuan dan isi tes bahasa, dan penentuan jenis dan bentuk tes bahasa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakekat tes bahasa?
2. Apa tujuan dari tes bahasa?
3. Apa saja pendekatan yang di gunakan dalam tes bahasa ?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui hakikat tes bahasa
2. Untuk mengetahui tujuan adanya tes bahasa
3. Untuk mengetahui pendekatan yang digunakan dalam tes bahasa
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKEKAT TES BAHASA
1. Pengertian Tes Bahasa
Istilah “Tes” berasal dari bahasa Prancis, yaitu “Testum”, berarti piring yang digunakan untuk memilih logam mulia dari benda-benda lain, seperti batu, pasir, tanah dan segalanya. Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis untuk mengukur suatu sampel prilaku. Menurut Amir Daien Indrakusuma, tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat. Selanjutnya, Menurut Webster’s Collegiate, tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok. Pengertian menurut Webster’s Collegiate dipersempit oleh Anderson dengan menyederhanakan devinisi tes menjadi tes adalah penilaian yamg komprehensif terhadap seorang individuatau keseluruhan usaha evaluasi program. Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunkan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dijawab peserta didik.
Definisi di atas bila dikaitkan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas, maka tes adalah suatu alat yang digunakan oleh pengajar untuk memperoleh informasi tentang keberhasilan peserta didik dalam memahami suatu materi yang telah diberikan oleh pengajar.
Adapun tes bahasa menurut Djiwandono adalah suatu alat atau prosedur yang digunakan dalam melakukan penilaian dan evaluasi pada umumnya terhadap kemampuan bahasa dengan melakukan pengukuran terhadap kemampuan bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Kemampuan bahasa mengacu pada kemampuan dalam menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi yang nyata sehari-hari, kemampuan ini terlepas dari ada atau tidaknya pengetahuan tentang teori bahasa baik itu berupa penyusunan kalimat, perangkaian kata, klasifikasi kata dan juga seluk-beluk bahasa itu sendiri.
2. Kompetensi yang Harus dicapai dalam Tes Bahasa
Tes bahasa erat kaitannya dengan kemampuan berbahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa. Kemampuan berbahasa dibagi menjadi dua bagian yaitu kompetensi berbahasa dan ketrampilan berbahasa. Kompetensi bahasa lebih condong pada kemampuan bahasa yang bersifat abstrak dalam hal ini berupa potensi pemakai bahasa. Kompetensi ini memungkinkan seseorang memahami bahasa yang digunakan orang lain akan tetapi kompetensi ini tidak dapat dilihat, didengar ataupun dibaca karena sifatnya yang abstrak, maka dari itu tes bahasa sangat penting untuk pengukuran kompetensi berbahasa.
Berlawanan dengan kompetensi bahasa, ketrampilan bahasa lebih bersifat konkret dan mengacu pada penggunaan bahasa secara nyata baik dalam bentuk lisan yang dapat didengar ataupun tulisan yang dapat dibaca.
Secara konvensional dan telah dipelajari, kemampuan bahasa mencakup empat jenis kemampuan yaitu:
a) Kemampuan menyimak, untuk memahami bahasa yang digunakan secara lisan
b) Kemampuan membaca, untuk memahami bahasa yang digunakan secara tertulis
c) Kemampuan berbicara, untuk mengekspresikan diri secara lisan
d) Kemampuan menulis, untuk mengekspresikan diri melalui tulisan
Dalam ilmu bahasa struktural bahasa dianggap terdiri dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan ataupun dibedakan antara satu dengan yang lain, komponen-komponen tersebut adalah bunyi bahasa, kosa kata, tata bahasa. Penguasaan ketiga komponen tersebut juga dianggap sebagai bagian dari kemampuan berbahasa.
B. TUJUAN TES BAHASA
Sebagai suatu proses yang digunakan untuk mengetahui hasil dari sebuah kegiatan belajar-mengajar, perlu adanya tujuan-tujuan yang menjadi fundamental dari sebuah kegiatan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang fatal. Maka dalam melaksanakan tes bahasa juga terdapat tujuan-tujuan tertentu.
Secara lebih rinci tujuan tes bahasa dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai atau belum.
2. Untuk dapat mengambil keputusan tentang materi dan kompetensi apa yang harus diajarkan atau dipelajari oleh siswa.
3. Untuk mengetahui hasil belajar siswa.
4. Untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran, sehingga dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikannya.
5. Untuk mengetahui dan memutuskan apakah siswa yang dapat melanjutkan keprogram berikutnya, ataukah harus memperoleh tindakan remidial.
6. Untuk mendiagnosa kesulitan siswa.
Tes bahasa dalam pengajaran bahasa memiliki tujuan yang sama dengan tes bidang yang lain dalam penyelenggaraan pengajarannya. Tes bahasa adalah bagian dari komponen penilaian hasil belajar bahasa, dan merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Menurut Soenardi Djiwandono menjelaskan bahwa tujuan-tujuan dari penyelenggaraan tes bahasa yang dapat memberikan informasi hasil belajar siswa dapat diperoleh melalui tes bahasa, pertama yakni yang berkaitan dengan keberhasilan belajarnya. Dari hasil tes bahasa seorang guru dapat mengukur keberhasilan belajar siswa. Selain itu, juga dapat diketahui apakah siswa bisa mencapai tingkat penguasaan bahasa dan materi yang telah diajarkan guru sampai diselenggarakannya tes tersebut. Dan dari hasil tes tersebut dapat pula diperoleh informasi tentang kesulitan yang dialami siswa dalam belajar bahasa. Hal itu dapat dilihat dari pekerjaan siswa yang salah atau tidak sesuai yang diharapkan.
Tingkat penguasaan bahasa yang rendah, yang terlihat pada hasil tes bahasa, dapat menunjukkan adanya kekurangan pada penyelenggaraan pengajarannya. Kekurangan itu mungkin terdapat pada satu atau beberapa bagian penyelenggaraannya. Seperti: bahan pengajaran yang kurang sesuai, guru yang kurang pandai mengajar, latihan yang kurang mencukupi dan waktu pengajaran yang kurang, siswa yang kurang rajin dalam belajar. Hal tersebut dapat mengakibatkan rendahnya tingkat penguasaan bahasa sebagai hasil pengajaran, seperti yang tercermin pada rendahnya hasil tes bahasa.
Dari berbagai tujuan yang telah dijabarkan, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan tes bahasa itulah yang digunakan sebagai acuan dalam merencanakan dan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, untuk mengidentifikasi keberhasilan kegiatan belajar mengajar tersebut.
C. PENDEKATAN TES BAHASA
Secara umum pandangan terhadap bahasa menentukan dan mendasari bagaimana pembelajaran bahasa diselenggarankan dan pembelajaran bahasa yang diselenggarakan menentukan tes bahasanya diselenggarakan. Dengan kata lain, pendekatan terhadap bahasa menentukan pendekatan pembelajaran bahasa, dan pendekatan pembelajaran bahasa menentukan pendekatan dalam penyelenggaraan tesnya. Dalam kajian bahasa dikenal ada berbagai cara pandang dan unsur yang dianggap penting oleh ahli yang berbeda atau tahap perkembangan ilmu pengetahuan yang berbeda. Perbedaan cara pandang tersebut dapat dikenali dan ditelusuri keberadaannya pada berbagai cabang kajian bahasa, termasuk tes bahasa, dalam bentuk pendekatan tradisional, pendekatan diskert, pendekatan integratif, pendekatan pragmatik, dan pendekatan komunikatif.
1. Pendekatan Tradisional
Pendekatan tradisional adalah istilah yang dipergunakan untuk mengacu pada penyelenggaraan (baca: perencanaan dan pelaksanaan) tes bahasa yang cenderung mengadopsi prinsip bahwa tes bahasa dititikberatkan pada tes tatabahasa dan terjemahan. Latar belakangnya adalah adanya pengaruh mainstream pengajaran bahasa yang dikenal dengan sebutan metode tatabahasa-terjemahan (grammar translation method).
Metode ini, seperti yang dikemukakan oleh Richards dan Rogers, memiliki prinsip-prinsip pengajaran antara lain:
a) mempelajari bahasa asing adalah mempelajari bahasa dengan tujuan agar dapat membaca kesusasteraannya,
b) membaca dan menulis adalah fokus utama pengajaran,
c) ketepatan dalam penerjemahan sangat ditekankan,
d) tatabahasa harus diajarkan secara deduktif, yakni beranjak dari kaidah-kaidah lalu menuju pada contoh-contoh ilustrasinya.
Pendekatan tradisional dalam tes bahasa dikaitkan dengan bentuk pembelajaran bahasa yang tradisional (konvensional) yang banyak digunakan pada kurun waktu ketika belum cukup banyak pembelajaran yang pengembangan dan penyelenggaraannya didasarkan atas kajianyang memadai terhadap seluk beluk bahasa. Dalam pendekatan tradisional pembelajaran bahasa diselenggarakan sekedar untuk kebutuhan terbatas tertentu seperti; berkomunikasi secara lisan dan terbatas dan dititik beratkan pada ketatabahasaan. Banyak diantaranya hanya menekankan pada kemampuan menerjemahkan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lainnya.
Penyelenggaraan tes dalam penyelenggaraan pembelajaran secara tradisional itu dilakukan juga secara tradisional tanpa menggunakan suatu teori bahasa tertentu sebagai dasar. Dalam penyelenggaran tes bahasa dengan pendekatan tradisional ini tidak terdapat rambu-rambu yang jelas atau tentang jenis kemampuan bahasa yang dijadikan sasaran, cara bagaiman tes itu diselenggarakan, dan bahkan cara bagaimana pekerjaan siswa itu dinilai. Kadangkala tes bahasa itu terdiri dari tugas untuk sekedar menerjemahkan suatu teks yang ditulis dalam bahasa yang sedang dipelajari ke dalam bahasa pertama.
Dalam pendekatan ini penyelenggaraan tes bahasa banyak diwarnai dengan berbagai bentuk subjektifitas dalam hal pemilihan kemampuan bahasa yang dijadikan sasaran, pemilihan dan penetapan bahan dan isi tes, serta cara penilaian peserta tes. Oleh sebab itu pendekatan tradisional sering disebut sebagai pendekatan terjemahan.
2. Pendekatan Diskret
Dalam pandangan ilmu bahasa struktural, bahasa dipahami sebagai sesuatu yang memiliki struktur yang demikian rapi seperti suatu bangunan buatan manusia. Dalam pandangan bahasa struktural ini, wacana sebagai wujud penggunaan bahasa yang luas cakupannya, dipahami sebagai suatu yang terdiri dan tersusun dari wacana yang lebih kecil dalam bentuk paragraf dan kalimat. Kalimat dipahami sebagai terdiri dari frasa. Frasa terdiri dari kata-kata, kata-kata terdiri dari suku kata, suku kata terdiri dari morfem, morfem terdiri dari alomorf, alomorf terdiri dari fonem, dan demikian seterusnya. Dapat disimpulkan, menurut pandangan struktural setiap bagian dari bahasa dapat dipisah-pisahkan menjadi bagian yang lebih kecil. Demikian juga dengan berbagai aspek kebahasaan (tata bahasa).
Sebagai bagian dari penerapan kajian ilmu bahasa struktural, bahasa dalam tes bahasa diskret dipahami sebagai sesuatu yang berstruktur dan terdiri dari bagian-bagian yang bersama-sama membentuk suatu entitas yang disebut bahasa. Bagian-bagian bahasa sampai yang terkecil itu dapat diidentifikasi secara terpisah dan tersendiri atau diskret, baik dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penyelenggaraan tes. Dalam tes pendekatan diskret, satu butir tes dimaksudkan untuk mengukur hanya satu unsur komponen bahasa. Tes bahasa yang diskret terdiri dari butir-butir tes yang secara terpisah di luar konteks, menugaskan peserta tes untuk membedakan satu bunyi bahasa dari bunyi bahasa yang lain, melafalkan satu bunyi bahasa, menyebutkan lawan kata dari satu kata tertentu, bentuk jamak daru suatu kata, dan lain-lain.
Pendekatan diskret ini diterapkan atas dasar konvensional terhadap keempat aspek kebahasaan (menyimak, membaca, menulis, berbicara) dan empat komponen bahasa (bunyi bahasa, struktur bahasa, kosakata, dan kelancaran bahasa).
3. Pendekatan Integratif
Pendekatan integratif lebih sesuai dengan kebutuhan nyata di mana kemampuan dan unsur bahasa pada umumnya tidak diperlakukan secara terpisah-pisah. Dalam penggunaan bahasa senyatanya kemampuan dan unsur bahasa digunakan dalam wacana yang merupakan gabungan dari beberapa jenis kemampuan atau unsur bahasa. Bila dalam pendekatan diskret bahasa seolah-olah dipisahkan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sampai pada bagian terkecil, pendekatan integratif dapat dipandang sebagai penyatuan bagian-bagian itu kembali menjadi lebih utuh. Seberapa lebih utuh penggabungan itu tergantung pada berapa banyak bagian kemampuan dan komponen bahasa yang perlu saling digabungkan untuk menjawab butir-butir tes yang diselenggarakan.
Butir tes kosakata seperti “dekat” (dibaca: lawan kata baik adalah…..) pada dasarnya bersifat diskert karena digunakan secara lepas. Jika pernyataan yang sama itu dikemas dalam kalimat “rumah roni dekat pasar, sedangkan rumah saudaranya…...), butir tes yang semula diskert berubah menjadi integratif karena digunakan dalam kaitannya dalam unsur-unsur bahasa lain. Dalam hal itu, kemampuan menemukan jawaban berupa kata “jauh” tidak semata-mata dimungkinkan oleh pengetahuan tentang kosakata dekat dan jauh, tetapi dipermudah oleh pengetahuan tentang kosakata “rumah roni” dan “rumah saudaranya”. Tercermin bahwa kemampuan menjawab butir tes tersebut tidak sekedar mengandalkan penguasaan unsur kosakata, melainkan melibatkan pula penguasaan unsur bahasa lain, yaitu susunan kata-kata yang merupakan bagian dari tata bahasa.
Ciri pendekatan integratif yang melibatkan lebih dari satu unsur merupakan penggabungan lebih dari satu jenis kemampuan atau komponen bahasa. Pada penggunaan bahasa senyatanya, termasuk dalam mengerjakan tes, penggabungan unsur bahasa pada pendekatan integratif bahkan dapat bersifat jauh lebih luas dan menyeluruh, menyangkut penggunaan bahasa dalam komunikasi secara keseluruhan.
Tes yang termasuk dalam tes integratif yakni :
1) Menyusun kalimat
2) Menafsirkan wacana singkat yang dibaca ataupun didengar
3) Memahami bacaan yang dibaca maupun didengar
4) Menyusun sebuah alinea
4. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik muncul sebagai reksi keras atas tes diskret yang dipandang memiliki banyah kelemahan. Pendekatan pragmatik mengutamakan peranan penggunaan bahasa senyatanya dalam kajian terhadap bahasa, termasuk tes bahasa. Pendekatan pragmatik mengaitkan bahasa dengan penggunaan senyatanya, yang melibatkan tidak saja unsur-unsur kebahasaan seperti kata-kata, frasa atau kalimat, melainkan unsur-unsur di luarnya juga, yang selalu terkait dalam setiap bentuk penggunaan bahasa.
Dalam tes bahasa, pendekatan pragmatik mendasari penggunaan beberapa jenis tes tertentu. Sesuai dengan pandangannya terhadap bahasa, bentuk-bentuk tes bahasa itu dalam pendekatan pragmatik dianggap sebagai tes yang memenuhi ciri-ciri pragmatik.
Pendekatan pragmatik lebih menekankan antara unsur kebahasaan dan non-kebahasaan. Dapat dilihat, dalam kehidupan nyata sehari-hari nyaris tidak ada penggunaan bahasa yang utuh dan murni tanpa adanya unsur-unsur lain lain didalamnya sebagai kendala. Unsur- unsur itu bisa berupa unsur kebahasaan atau non kebahasaan. Meskipun demikian bahasa yang dinilai dari pendekatan pragmatik ini lebih menitik beratkan bagaimana suatu pesan dapat tersampaikan kepada orang lain dengan tidak terlalu mengacu pada unsur-unsur kebahasaan saja.
5. Pendekatan Komunikatif
Munculnya pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa bermula dari adanya perubahan-perubahan dalam tradisi pembelajaran bahasa di Inggris pada tahun 1960-an menggunakan pendekatan situasional.
Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga mengembangkan prosedur-prosedur bagi pembelajaran 4 keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis), mengakui dan menghargai saling ketergantungan bahasa. Ciri utama pendekatan komunikatif adalah adanya 2 kegiatan yang saling berkaitan erat, yakni adanya kegiatan-kegiatan komunikatif dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya interaksi.
Pendekatan komunikatif mendasarkan pemandangannya terhadap penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari senyatanya. Sebagai suatu pendekatan dengan orientasi psikolinguistik dan sosiolinguistik, pendekatan komunikatif mementingkan peranan unsur-unsur non-kebahasaan, terutama unsur-unsur yang terkait dengan terlaksanannya komunikasi yang baik. Pendekatan komunikatif secara rinci mempersoalkan seluk-beluk komunikasi, yang merupakan tujuan pokok penggunaan bahasa. Seluk beluk itu antaranya meliputi unsur-unsur seperti siapa yang berkomunikasi, bagaimana hubungan antar mereka, apa maksud dan tujuan komunikasi tersebut, keadaan komunikasi terjadi, dan lain sebagainya.
Dalam tes bahasa, penerapan pendekatan komunikatif berdampak terhadap beberapa segi penyelenggaraannya, terutama jenis dan isi wacana yang digunakan, kemampuan berbahasa yang dijadikan sasaran, serta bentuk tugas, soal atau pertanyaannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
“Tes” berasal dari bahasa Prancis, yaitu “Testum”, berarti piring yang digunakan untuk memilih logam mulia dari benda-benda lain, seperti batu, pasir, tanah dan segalanya. Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis untuk mengukur suatu sampel prilaku. Dan definisi tes dari pembahasan di atas tadi yang bila dikaitkan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas adalah suatu alat yang digunakan oleh pengajar untuk memperoleh informasi tentang keberhasilan peserta didik dalam memahami suatu materi yang telah diberikan oleh pengajar.
Kemampuan berbahasa dibagi menjadi dua bagian yaitu kompetensi berbahasa dan keterampilan berbahasa. Secara konvensional dan telah dipelajari, kemampuan bahasa mencakup empat jenis kemampuan yaitu:
a) Kemampuan menyimak,
b) Kemampuan membaca,
c) Kemampuan berbicara dan
d) Kemampuan menulis.
Adapun tujuan tes bhasa dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai atau belum.
2. Untuk dapat mengambil keputusan tentang materi dan kompetensi apa yang harus diajarkan atau dipelajari oleh siswa.
3. Untuk mengetahui hasil belajar siswa.
4. Untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran, sehingga dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikannya.
5. Untuk mengetahui dan memutuskan apakah siswa yang dapat melanjutkan keprogram berikutnya, ataukah harus memperoleh tindakan remidial dan
6. Untuk mendiagnosa kesulitan siswa.
Kemudian Pendekatan tes bahasa bahasa yang kita bahas pada makalah ini terbagi mejadi 5 bentuk, yakni:
1. Pendekatan Tradisional,
2. Pendekatan Diskert,
3. Pendekatan Integratif,
4. Pendekatan Pragmatik dan
5. Pendekatan Komunikatif.
B. SARAN
Berdasarkan pembahasan di atas, menurut kami pendekatan integratif lebih cocok dan sesuai dengan kebutuhan di mana kemampuan dan unsur bahasa pada umumnya tidak diperlakukan secara terpisah-pisah dan dipandang sebagai penyatuan bagian-bagian itu kembali menjadi lebih utuh
DAFTAR PUSTAKA
Ainin, M. 2006. Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab. Misykat: Malang.
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Arikumto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan PT. Bumi Aksara:Jakarta.
Djiwandono, M. Soenardi.1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran Penerbit ITB: Bandung.
Gronlund, Norman E. 1985. Measurement and Evaluation in Teaching. Fifth Edition. McMillan Publising: New York
Hermawan, Acep. 2011.Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Indrakusuma, Amir Daien. 1996. Evaluasi Pendidikan Penilaian Hasil-hasil Belajar. PT. Bumi Aksara: Jakarta.
Oller, Kohn.1979. Language Tests at School. Longman Grup Ltd: London.
Scarvia, Anderson. 1976. Encyclopedi of Educational Evaluation. Jossey Bush Publishers: San Fransisco.
Slameto. 2001. Evaluasi Pendidikan. PT. Bumi Aksara: Jakarta.
Tarigan, H.G.1989. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Angkasa: Bandung.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAQMwiAxTU5a1Wh4XBAhVCtLXUMylVz3GuwyF1IbzhAs3-gGZRkO7e6TsS7FzR-k4O9n1WOGoehpuYleZxK9uxVvyJwnmCI8UJQAQbkOpUXNneRuejYo1qq84uoUhwm8h5ETvEroneamQ/s320/logo+uin.jpg)
Label:
Makalah
+ komentar + 1 komentar
unreadable. mohon diedit supaya lebih mudah untuk dibaca. makasi.
Posting Komentar