Basmalah, Filsafat dan Alfiyah Ibnu Malik dalam Bingkai Logika [1]
Laisal-Mar’u Yuladu ‘Aliman
Ta’allam, fa laisal-mar’u yuladu
‘aliman, (belajarlah! karena tak ada manusia
yang terlahir pandai). Demikian kata Imam az-Zarnuji, profesor pendidikan dan
penulis mahakarya Ta’lim al-Muta’allim. Artinya kepandaian, kecerdasan dan kejeniusan praktis adalah usaha manusia,
begitu juga dengan kesuksesan, kemuliaan dan kehormatan diri semua tergantung
pada usaha manusia. Menjadi pandai atau bodoh, baik atau buruk, memilih cinta
atau benci, menjadi kekasih atau musuh dan seterusnya dan sebagainya. Semua
sudah tersedia dihadapan kita. Tuhan sudah menghamparkan dua jalan dan
kemungkinan untuk kita tempuh. Adalah tugas manusia untuk menjadi apa, siapa,
kenapa, bagaimana, kapan dan di mana dalam segala aksentuasi hidup.
Sejak
mula, Tuhan sudah meng-install software dalam diri manusia bernama fithri
(suci), hanif (lurus) dan dha’if (lemah). Dari tiga potensi itu akan lahir
sekian juta kecenderungan dalam diri manusia, termasuk kecenderungan
menghasrati kebaikan dan keburukan sekaligus. Benarlah jika ustadz Aristoteles
(384-322 SM) mengatakan bahwa setiap orang menghasrati pengetahuan. Nah,
pertanyaan yang muncul kemudian, kenapa manusia harus berpengetahuan, mengapa
harus terus-menerus menyelenggarakan kabaikan, dan yang paling penting: kenapa
manusia harus berfilsafat? Seperti kata Imam Az-Zarnuji: kenapa manusia harus
berenang di lautan makna (wasbah fi
buhuril-fawaid)?
Basmalah, Falsafah dan Alfiyah
Basmalah
adalah ayat pertama dari surat al-Fatihah sekaligus surat pertama dalam
al-Qur’an. Beberapa riset membuktikan, basmalah yang jumlah hurufnya 19
memiliki banyak keistimewaan luar biasa, karena hampir semua isi al-Qur’an yang
terdiri dari 325.345 huruf, 6.236 ayat, dan 114 surat adalah kelipatan dari 19
(jumlah huruf basmalah). Ini bukan semata-mata kebetulan, tapi membuktikan
betapa al-Qur’an adalah benar-benar wahyu, karena akal manusia tidak akan mampu
untuk menyusunnya. Angka 19 adalah angka yang sangat istimewa, terdiri dari
angka 1 dan angka 9. Kenapa demikian? karena jumlah huruf dalam Basmalah yang
19 memiliki hubungan yang sangat erat dengan Al-Qur’an, dan tidak dapat
dipisahkan sampai kapanpun, serta tidak akan habis di bagi dengan angka lain.
Ditinjau
dari pembagian kata itu, bahwa lafadz basmalah terdiri dari 1 huruf dan 4 buah
kata: Yaitu huruf ba’ dan lafadz (1) ism, (2) Allah (lafdhul jalalah), (3)
ar-rahman, dan (4) ar-rahim. Sekarang kita buktikan di manakah letak
keistimewaan angka 19 dari jumlah huruf basmalah. Kata ism di ulang dalam
Al-Qur’an sebanyak 19 kali, lafadz Allah (lafdul jalalah) sejatinya terbagi
atas tiga bagian yaitu, Allahu, Allaha, dan Allahi. Allahu dalam Al-Qur’an ada
980 kata, Allaha di ulang 592 kali, sedangkan Allahi terdapat 1.126 lafadz.
Dengan demikian berarti jumlah lafdzul jalalah dalam Al-Qur’an terulang
sebanyak 2.698 (980+592+1126=2.698) atau kelipatan dari 19 (19x142=2.698). Kata
ar-rahman tercatat 57 kali, kelipatan dari 19 (19x3=57) atau perkalian kata
bism dengan ism (19x3=57). Kata ar-rahim sebagai salah satu asma Allah terdapat
114 sama dengan jumlah surat dalam Al-Qur’an atau kelipatan dari 19 (19x6=114).
Oleh karena itulah Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 225 tidak menggunakan
kata rahim tapi halim, karena bila Allah SWT tetap menggunakan kata rahim maka
jumlahnya menjadi 115 dan bukan kelipatkan 19. Dengan demikian secara
keseluruhan lafadz basmalah lengkap terulang dalam Al-Qur’an sebanyak 114 atau
sama dengan jumlah surat, walaupun ada satu surat dalam Al-Qur’an tidak diawali
dengan basmalah yaitu surat ke-9 (At-Taubah), akan tetapi dapat di imbangi
dengan kata basmalah dalam surat ke 27 An-Naml, yaitu pada permulaan surat dan
pada ayat ke 30. (Surat nabi Sulaiman AS kepada Ratu Bilqis dari negeri Saba’)
Jadi
dengan adanya basmalah dalam surat An-Naml, maka lafadz basmalah benar-benar
terulang 114 kali, atau sama dengan kelipatan 19 (19x6=114). Tapi jika kita
teliti secara seksama dari surat At-Taubah (surat ke-9) menuju surat An-Naml (surat
ke-27) mengindikasikan adanya transformasi 19, maksudnya dari 9 menuju pada 27
yaitu terdapat 19 bilangan. Sekedar diketahui bahwa angka 19 ini sesuai dengan
jumlah ruas jari, tulang rusuk dan tulang punggung manusia, serta masih banyak
lagi unsur 19 dalam diri manusia.
Dari
basmalah ini kita berangkatkan kapal pesiar filsafat untuk mengarungi samudera
ilmu pengetahuan. Menurut Al-Kindi, filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat
sesuatu sesuai dengan kemampuan manusia. Al-Farabi menyebutnya sebagai pengetahuan
tentang eksistensi[2]. Dengan demikian filsafat bukan merupakan pengetahuan,
tetapi juga merupakan ”pisau analisa” dan cara pandang yang luas (weltanschauung) tentang berbagai hal,
baik yang bersifat teoretis maupun praktis. Filsafat adalah intisari kearifan
dari semua aspek kehidupan. Filsafat bukan semata-mata satu bidang ilmu untuk
dikaji, tapi lebih jauh lagi filsafat adalah cara untuk mengkaji segala ilmu
secara kritis dan holistis.
Secara
teoretis, filsafat menawarkan tentang apa itu kebenaran (al-haq) dan secara praktis, filsafat menawarkan tentang apa itu
kebaikan (al-khayr). Dari dua
spektrum inilah kemudian filsafat meluas dan berkembang ke berbagai ranah
kehidupan manusia, sekaligus memberikan tawaran solutif dari berbagai problematika
sampai saat ini. Sejauh ini, filsafat bagi sementara orang kurang begitu down to earth alias kurang membumi,
sehingga tidak begitu diminati dan diakrabi. Dengan lain kata, filsafat masih
”dianggap” terlalu mythos dan
terlampau logos. Mempelajari dan memasuki alam pikir falsafi seringkali
dianggap buang-buang waktu dan tidak jarang membuat seseorang menjadi ”gila”,
teralienasi dan menyusuri jalan-jalan sunyi kehidupan. Orang kebanyakan lebih
tertarik mempelajari ekonomi, hukum, kedokteran maupun pendidikan yang aplikasi
dan orientasi kerjanya jelas, padahal filsafat adalah embrio dari segala ilmu,
induk segala pengetahuan.
Lantas
bagaimana dengan Alfiyah? Ada apa gerangan? Apa pula hubungannya dengan
basmalah dan filsafat? Alfiyah, karangan Ibnu Malik Al-Andalusi adalah nadzam
(puisi) sebanyak seribu bait yang berisi tentang ilmu gramatika bahasa Arab
(Nahwu) dan morfologi (Sharf) yang di dalamnya juga memuat sintaksis-semantik
(I’lal). Alfiyah adalah risalah tentang ilmu linguistik, sementara filsafat
sendiri harus di-bismillahi dari ilmu linguistik (bahasa) dan logika. Maka,
jelaslah bahwa basmalah, falsafah dan alfiyah sangat berhubungan erat. Mari
kita pelajari Bab I bait ke-8 dari Alfiyah Ibnu Malik tentang pengertian Kalam:
”Kalamuna lafdhun mufidun kastaqim #
wasmun wa fi’lun tsumma harfunil kalim”. Arti sebenarnya sebagai berikut:
definisi kalam adalah kata yang memiliki fungsi dan bisa dimengerti, misalnya:
istaqim (konsistenlah!). Kata itu dibagi menjadi 3, yakni: isim (kata benda),
fi’il (kata kerja) dan huruf (kata depan atau preposisi).
Nah,
marilah kita berenang di lautan makna. Sekarang kita geser sedikit pemahaman menganai
bait alfiyah di atas, sehingga terjemah filosofis dari bait tersebut adalah:
”Ucapan para filsuf harus arif, bijak dan aplikatif. Yakni harus mengandung
unsur ontologi (isim), epistemologi (fi’il) dan aksiologi (huruf)”. Bagaimana
menurut Anda?
___________________
[1] Bismillahirrahmanirrahim, Allaahummaj’alna wa jamaa’atana min ahlis-tibaaqil haqqi wal-khairaat. Kuliah perdana STF Al-Farabi pada 10 Shafar 1432 H/15 Januari 2010. Mudah-mudahan Allah SWT meridhoi dan Rasulullah SAW menyafa’ati sekolah ini.
[2] Al-Farabi, al-Jam‘ Bayn Ra’yay al-Hakîmayn, ed. Albert Nashri Nader, Beirut: Mathba‘ah al-Kathulikah, 1969, hlm. 81.
[1] Bismillahirrahmanirrahim, Allaahummaj’alna wa jamaa’atana min ahlis-tibaaqil haqqi wal-khairaat. Kuliah perdana STF Al-Farabi pada 10 Shafar 1432 H/15 Januari 2010. Mudah-mudahan Allah SWT meridhoi dan Rasulullah SAW menyafa’ati sekolah ini.
[2] Al-Farabi, al-Jam‘ Bayn Ra’yay al-Hakîmayn, ed. Albert Nashri Nader, Beirut: Mathba‘ah al-Kathulikah, 1969, hlm. 81.
Sumber : Sekolah Tinggi Filsafat Al-Farabi
Posting Komentar